Jumat, 05 Desember 2014

PERBEDAAN PENGOLAHAN SAMPAH DI INDONESIA DENGAN DI LUAR NEGERI

PENGOLAHAN LIMBAH DI INDONESIA

Pengertian Limbah:
Semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah tidak berguna dan tidak dikehendaki, namun bahan tersebut kadang–kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan bahan baku .

Pembagian limbah:
antara lain dibagi berdasarkan sumbernya, seperti:
-          Limbah kegiatan kota (masyarakat)
-          Limbah industri
-          Limbah pertambangan
-          Limbah pertanian.

Berdasarkan fasanya/bentuknya:
-          Limbah padat
-          Limbah berlumpur (sludge)
-          Limbah cair
-          Limbah padat.

Berdasarkan sifat bahayanya:
-          Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
-          Limbah domestik : dihasilkan dari aktivitas primer manusia.
Limbah domestik:
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rutin (sehari-hari) manusia, umumnya dalam bentuk:
Cair: dari kegiatan mencuci pakaian dan makanan, mandi, kakus (tinja dan air seni), menyiram, dan kegiatan lain yang menggunakan air di rumah
Padat: dikenal sebagai sampah (domestik).

Pengelolaan limbah:
Penanganan limbah secara keseluruhan agar limbah tersebut tidak mengganggu kesehatan, estetika, dan lingkungan. Penanganan tersebut mencakup cara memindahkan dari sumbernya, mengolah, dan mendaur-ulang kembali.



Sampah (UU-18/2008):
Definisi sampah menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah [68] adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Pengelolaan sampah (UU-18/2008):
Adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Catatan: pengertian pengelolaan bukan hanya menyangkut aspek teknis, tetapi mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana mengorganisir, bagaimana membiayai dan bagaimana melibatkan masyarakat penghasil limbah agar ikut berpartisipasi secara aktif atau pasif dalam aktivitas penanganan tersebut.

Penghasil sampah (UU-18/2008):
Setiap orang atau kelompok orang atau badan hukum yang menghasilkan timbulan sampah.

Sampah yang diatur dalam UU-18/2008
-          Sampah rumah tangga
-          Sampah sejenis sampah rumah tangga
-          Sampah spesifik

Sampah rumah tangga (UU-18/2008): Sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

Sampah sejenis sampah rumah tangga (UU- 1 8/2008) :
Sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya




Sampah kota (municipal solid waste), yaitu sampah yang terkumpul di perkotaan
Sampah perdesaan (rural waste ), yaitu sampah yang dihasilkan di perdesaan.
Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai (a) sampah organik, atau sampah basah, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah, dan lain-lain, dan sebagai (b) sampah anorganik, atau sampah kering : yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan logam-logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahan, kadang kertas dimasukkan dalamm kelompok ini. Sedangkan bila dilihat dari sumbernya, maka sampah perkotaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota di Indonesia sering dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu:

Sampah dari Rumah Tinggal:

Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton / dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang -kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas, kasur dll. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya : baterei, lampu TL, sisa obat, oli bekas, dll.

Sampah dari daerah Komersial:

Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dll. Dari sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur, buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi dengan komposisi yang berbeda.

Sampah dari Perkantoran / Institusi:

Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dll. Dari sumber ini potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non pasar.

Sampah dari Jalan / Taman dan Tempat Umum:

Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota, dll. Dari daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun / dahan pohon, pasir / lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas, dll.

Sampah dari industri dan rumah sakit sejenis sampah kota:

Kegiatan umum dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan sampah sejenis sampah domestik, seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang perlu mendapat perhatian adalah, bagaimana agar sampah yang tidak sejenis sampah kota tersebut tidak masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota.

Permasalahan Persampahan di Indonesia

Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di Indonesia seperti Jakarta, mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah sampah. Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke Tempat Pemerosesan Akhir (TPA), yang operasi utamanya adalah landfilling. Banyaknya sampah yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara sistematis, karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA. Jarang diperhitungkan sampah yang ditangani masyarakat secara swadaya, ataupun sampah yang tercecer dan dibuang ke badan air.

Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan adalah: KUMPUL – ANGKUT dan BUANG, dan andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling pada sebuah TPA. Pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus kegagalan TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang dipunyainya dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut. TPA dapat menjadi bom waktu bagi pengelola kota.



Pengelolaan Sampah Kumpul – Angkut – Buang

Penyingkiran dan pemusnahan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah merupakan cara yang selalu digunakan, karena alternatif pengolahan lain belum dapat menuntaskanpermasalahan yang ada. Cara ini mempunyai banyak resiko, terutama akibat kemungkinan pencemaran air tanah. Di negara majupun cara ini masih tetap digunakan walaupun porsinya tambah lama tambah menurun.

Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah yang dikenal sebagai landfilling merupakan cara yang sampai saat ini paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah, pengoperasiannya mudah dan luwes dalam menerima limbah. Namun fasilitas ini berpotensi mendatangkan masalah pada lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang dapat mencemari air tanah serta timbulnya bau dan lalat yang mengganggu, karena biasanya sarana ini tidak disiapkan dan tidak dioperasikan dengan baik.

Dilihat dari komposisi sampah, maka sebagian besar sampah kota di Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah organik. Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kota besar bisa mencapai 70 % dari total sampah, dan sekitar 28 % adalah sampah non-hayati yang menjadi obyek aktivitas pemulung yang cukup potensial, mulai dari sumber sampah (dari rumah-rumah) sampai ke TPA. Sisanya (sekitar 2%) tergolong B3 yang perlu dikelola tersendiri.

Berdasarkan hal itulah di sekitar tahun 1980-an Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) ITB memperkenalkan konsep Kawasan Industri Sampah (KIS) pada tingkat kawasan dengan sasaran meminimalkan sampah yang akan diangkut ke TPA sebanyak mungkin dengan melibatkan swadaya masyarakat dalam daur-ulang sampah. Konsep ini sempat diuji coba di beberapa kota termasuk di Jakarta. Konsep sejenis sudah dikembangkan di Jakarta yaitu Usaha Daur-ulang dan Produksi Kompos (UDPK) yang dimulai sekitar tahun 1991. Tetapi konsep ini tidak berjalan lancar karena membutuhkan kesiapan semua fihak untuk merubah cara fikir dan cara pandang dalam penanganan sampah, termasuk cara pandang Pengelola Kota setempat. Konsep yang sejenis diperkenalkan oleh BPPT dengan zero-waste nya. Secara teknis keberhasilan cara ini banyak tergantung pada bagaimana memilah dan memisahkan sampah sedini mungkin, yaitu dimulai dari sampah di rumah yang telah dipisah, gerobah sampah yang terdiri dari beberapa kompartemen serta truk sampah yang akan mengangkut sampah sejenis menuju pemerosesan.

Sampah yang dibuang ke lingkungan akan menimbulkan masalah bagi kehidupan dan kesehatan lingkungan, terutama kehidupan manusia. Masalah tersebut dewasa ini menjadi isu yang hangat dan banyak disoroti karena memerlukan penanganan yang serius. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan sampah, di antaranya:

Masalah estetita (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan gangguan bagi pandangan mata. Adanya sampah yang berserakan dan kotor, atau adanya tumpukan sampah yang terbengkelai adalah pemandangan yang tidak disukai oleh sebagaian besar masyarakat.
Sampah yang terdiri atas berbagai bahan organik dan anorganik apabila telah terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar, merupakan sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi vektor penyakit, seperti : lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dan sebagainya. Juga merupakan sumber dari berbagai organisme patogen, sehingga akumulasi sampah merupakan sumber penyakit yang akan membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi pembuangan sampah.
Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat mencemari udara. Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi materi organik dan debu yang beterbangan akan mengganggu saluran pernafasan, serta penyakit lainnya.
Timbulan lindi (leachate) , sebagai efek dekomposisi biologis dari sampah memiliki potensi yang besar dalam mencemari badan air sekelilingnya, terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air tanah oleh lindi merupakan masalah terberat yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan sampah di Indonesia.
Sampah yang kering akan mudah beterbangan dan mudah terbakar. Misalnya tumpukan sampah kertas kering akan mudah terbakar hanya karena puntung rokok yang masih membara. Kondisi seperti ini akan menimbulkan bahaya kebakaran.
Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air buangan dan drainase. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan bahaya banjir akibat terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.
Beberapa sifat dasar dari sampah, seperti kemampuan termampatkan yang terbatas, keanekaragaman komposisi, waktu untuk terdekomposisi sempurna yang cukup l ama, dan sebagainya, dapat menimbulkan beberapa kesulitan dalam pengelolaannya. Misalnya, diperlukan lahan yang cukup luas dan terletak agak jauh dari pemukiman penduduk, sebagai lokasi pembuangan akhir sampah, volume sampah yang besar merupakan masalah tersendiri dalam pengangkutannya, begitu juga dengan masalah pemisahan komponen-komponen tertentu sebelum proses pengolahan, dan lain-lain.
Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, kurangnya kemauan Pemerintah Daerah, kurangnya kesadaran penghasil sampah akan pentingnya penanganan sampah yang baik merupakan masalah tersendiri dalam pengelolaan sampah, khususnya di kota-kota besar.
Pertambahan penduduk yang demikian pesat di daerah perkotaan (urban) telah mengakibatkan meningkatnya jumlah timbulan sampah. Dari studi dan evaluasi yang telah dilaksanakan di kota-kota di Indonesia, dapat diidentifikasi masalah-masalah pokok dalam pengelolaan persampahan kota, di antaranya :
Keberhasilan pengelolaan, bukan hanya tergantung aspek teknis semata, tetapi mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana mengatur sistem agar dapat berfungsi, bagaimana lembaga atau organisasi yang sebaiknya mengelola, bagaimana membiayai sistem tersebut dan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana melibatkan masyarakat penghasil sampah dalam aktivitas penanganan sampah. Untuk menjalankan sistem tersebut, harus dilibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti perencanaan kota, geografi, ekonomi, kesehatan masyarakat, sosiologi, demografi, komunikasi, konservasi, dan ilmu bahan. Sebelum UU-18/2008 dikeluarkan, kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia memposisikan bahwa pengelolaan sampah perkotaan

Merupakan sebuah sistem yang terdiri dari 5 komponen, yaitu:

-          Peraturan / hukum
-          Kelembagaan dan organisasi
-          Teknik operasional
-          Pembiayaan
-          Peran serta masyarakat.
Bila diperhatikan, konsep ini sebetulnya berlaku tidak hanya untuk pendekatan pemecahan masalah persampahan, tetapi juga untuk sector lain yang umumnya terkait dengan pelayanan masyarakat.

Peraturan/hukum:
Aspek pengaturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku. Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar hukum, seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, ketertiban masyarakat, dan sebagainya. Peraturan yang diperlukan dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah yang mengatur tentang :

Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan sampah
Rencana induk pengelolaan sampah kota -Bentuk lembaga dan organisasi pengelola -Tata-cara penyelenggaraan pengelolaan
Besaran tarif jasa pelayanan atau retribusi
Kerjasama dengan berbagai fihak terkait, diantaranya kerjasama antar daerah, atau kerjasama dengan fihak swasta.






PENGOLAHAN LIMBAH DI NEGARA LAIN :

Di negara negara maju seperti Denmark, Swis, Amerika dan Prancis. Mereka telah memaksimalkan proses pengolahan sampah. Tidak hanya mengatasi bau busuk saja tapi sudah merobah sampah - sampah ini menjadi energi listrik. Khusus di Denmark 54 % sampah di robah menjadi energi listrik.

Follow up:

Teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada prinsinya sangat sederhana sekali yaitu:

* Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal)
* Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap dengan bantuan boiler
* Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin
* Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros
* Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan kerumah - rumah atau ke pabrik.

Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen.

Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini menggunakan proses insenerasi salah satu contohnya adalah lihat diagram disamping.
PLT Sampah
Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator. Didalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan untuk merubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin (lihat gambar 2). Sisa pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk mengangkut sisa proses pembakaran).
Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi : 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi masalah polusi bisa juga untuk menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis juga bisa menghemat devisa.








SUMBER : WIKIPEDIA.COM


                    http://www.alpensteel.com
                    jujubandung.wordpress.com
Selasa, 29 April 2014

Menjelaskan tentang ( Lirik dan Tafsiran lagu, Program jika menjadi caleg dan Tanggapan tentang lokalisasi )



Nama : Mochamad Yudha Hendrawan
Kelas  : 2IC01
NPM  : 24412650

·         LIRIK DAN TAFSIRAN LAGU

Lagu : Inilah negeri kita
Cipt   : Marjinal


Lihatlah negeri kita
Yang subur dan kaya raya
Sawah ladang terhampar luas
Samudera biru

Tapi rataplah negeri kita
Yang tinggal hanyalah cerita
Cerita dan cerita, terus cerita…

Chorus:
Pengangguran merebak luas
Kemiskinan merajalela
Pedagang kaki lima tergusur teraniaya

Bocah-bocah kecil merintih
melangsungkan mimpi di jalanan
Buruh kerap dihadapi penderitaan

Inilah negeri kita
Alamnya kelam tiada berbintang
Dari derita dan derita menderita…(derita terus)

Sampai kapankah derita ini (au-ah)
Yang kaya darah dan air mata
Yang senantiasa mewarnai bumi pertiwi

back to chorus :

Dinodai
Dikangkangi
Dikuasai
Dijajah para penguasa rakus

Dinodai
Dikangkangi
Dikuasai
Dijajah para penguasa rakus



Di lagu ini pada bait pertama menceritakan tentang keindahan alam dan kekayaan Indonesia,
tetapi di bait - bait selanjutnya keadaan berbanding terbalik. Walaupun Indonesia kaya tetapi banyak sebagian rakyat atau penduduknya yang mengalami kemiskinan. Banyak oknum - oknum yang tidak berperikemanusiaan yang serakah akan kekayaan sehingga tega untuk menelantarkan saudara - saudara nya. Dengan lagu ini pencipta mempunyai maksud supaya rasa nasionalis kita semua dapat bangkit dari keadaan yang kelam seperti ini. Karena kita tidak boleh membiarkan penguasa menindas dan menjajah negeri kita ini. Kita harus menjadikan Indonesia negara yang makmur seluruh rakyatnya.



·         PROGRAM JIKA SAYA MENJADI CALEG

Jika saya menjadi caleg, hal-hal yang akan saya programkan adalah sebagai berikut:

saya tidak akan berjanji yang berlebih, karena warga butuh bukti bukan janji. Maka yang akan saya lakukan adalah saya akan banyak mendengarkan dan mengumpulkan keluhan - keluhan dari masyarakat tentang apa saja yang diperlukan. Kemudian saya akan menyimpulkannya berdasarkan kepentingan yang paling utama, dari hal yang terpenting itulah saya dapat melakukan tindakan yang sekiranya tepat sasaran . Kemudian  yang saya akan lakukan adalah lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta yaitu ALLAH SWT untuk terhindar dari godaan , karena semakin tinggi derajat seseorang maka cobaan akan semakin berat pula. Sebagaimana yang kita tahu bahwa pemerintahan adalah tempat pusatnya tindak korupsi .
Saya akan lebih memajukan kemasyarakatan di bidang pendidikan, hukum dan pengadaan lapangan pekerjaan. 




    TANGGAPAN SERTA SOLUSI TENTANG LOKALISASI 

 Lokalisasi sudah menjadi fenomena yang umum bagi kita dalam kehidupan sehari-hari,dalam penanganannya pun selalu memiliki kendala-kendala yang rumit bagi pemerintah. Bagaimana tidak,di satu sisi pemerintah harus mengatasi situasi seks bebas di Negeri ini,terlebih lagi mengingat bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di Dunia,tidak hanya itu,dampak negatif yang di timbulkan dari keadaan ini sangat banyak,misalnya meningkatnya penyakit kelamin,terpengaruhnya mental generasi muda,bobroknya moral bangsa,dan lain sebagainya. Namun, disisi lain pejabat pemerintah juga terkadang dibuat bingung tentang nasib para PSK jika saja lokalisasi ini di tutup, malahan ada pejabat pemerintah yang sama sekali tidak setuju lokalisasi ini ditutup,bahkan beliau ini mengatakan bahwa para PSK ini merupakan pahlawan bagi keluarga mereka,karena dengan uang haram tersebut mereka membiayai keluarga mereka. Selain itu beliau juga mengatakan “Selain tidak manusiawi, dengan ditutupnya lokalisasi akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan dan merebaknya penyakit kelamin. Pasalnya, kemungkinan para PSK itu akan mangkal di jalan-jalan bila lokalisasi ditutup,” (Kompas.com, 23/1/2014).
          memang,tampaknya masalah ini agak sulit diselesaikan secara spontan tapi bagaimanapun juga kita bersama-sama harus dapat menyelesaikannya demi memperbaiki kehidupan Indonesia untuk kedepannya. pendapat saya ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah lokalisasi ini. yang pertama sekali berkaitan dengan pelaku PSK tersebut,pemerintah harus memberikan jaminan kehidupan yang layak untuk mereka,bagaimanapun caranya,entah itu memberikan pinjaman untuk modal usaha atau pelatihan skill tertentu agar mereka memiliki kemampuan dalam hal tertentu sehingga tidak lagi bekerja sebagai PSK. Apabila perlahan-lahan para pelaku PSK ini sudah memiliki pekerjaan yang tetap dan tidak lagi mengharapkan uang hasil menjual diri,otomatis para lelakipun akan berkurang yang datang ke tempat tersebut. namun,sekali lagi masalah lokalisasi ini tidak semudah bicara saja,tapi setidaknya inilah pendapat saya dalam atasi masalah lokalisasi.





Senin, 31 Maret 2014

Mendeskripsikan Tentang ( Kembalikan Indonesiaku ke Indonesia, Pahlawan Nasional Indonesia, Tokoh Wayang Indonesia, dan Bunga Lambang Provinsi)

Nama    : Mochamad Yudha Hendrawan

Kelas    : 2 IC 02

NPM    : 24412650

KEMBALIKAN INDONESIAKU !!!!!



Mari kita kobarkan kembali rasa cinta tanah air, rela berkorban, rasa senasib sepenanggungan, semangat persatuan dan kesatuan, dan menjadikan kemajemukan kita sebagai kekuatan.

Bangsa Indonesia akan memperingati hari kemerdekaannya yang ke-67. Dalam kesempatan bersejarah ini, perlu bagi kita untuk merenung dan  menilai secara jujur sudah sampai manakah pencapaian kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara?

Pertanyaan lainnya adalah, apakah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sudah mampu melaksanakan tujuan pembentukan negara seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa kita? Apakah segenap rakyat Indonesia sudah merasakan manfaat dari penyerahan kebebasan mereka untuk diatur negara ini dan merasakan keadaan yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem karta raharja?

Pasti ada sisi terang, walaupun tidak kurang sisi kelam yang membayangi perjalanan hidup Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia yang demokratis, Indonesia sudah menjadi anggota G-20. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sudah hampir mencapai satu triliun dolar AS. Rasio utang Indonesia terhadap PDB sebesar 25 persen, cadangan devisa 114, 502 miliar dolar AS dan defisit publik kurang dari 2 persen terhadap PDB menunjukkan kekuatan dan stabilitas ekonomi Indonesia pada 2011.

Selama tujuh tahun terakhir, angka kemiskinan di Indonesia terus menurun dari 36,1 juta orang atau 16,66 persen dari total penduduk pada Februari 2004 menjadi 29,9 juta orang atau 12,36 persen dari total penduduk pada September 2011. Pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir selalu berkisar di atas 6 persen. Kondisi ekonomi makro yang stabil dan sehat, tetapi apakah segala keberhasilan yang dicapai benar-benar sudah memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat? 

Nyatanya, kita masih merasakan bayang-bayang gelap yang menghantui. Rasanya kita belum benar-benar eksis sebagai sebuah negara yang berdaulat. Masih banyak persoalan kebangsaan yang harus kita tangani secara komprehensif dengan semangat kebersamaan bila kita tidak ingin menjadi negara gagal seperti hasil penelitian organisasi nirlaba Foreign Policy and Fund for Peace. Indonesia berada di nomor urut 63, lebih buruk dari 2011 yang berada di urutan 64. Daripada berdebat tentang apakah Indonesia memang negara gagal, mari kita jadikan Failed States Index (FSI) tersebut sebagai pemicu untuk mengoreksi kekeliruan.

Demokrasi Bukan Tujuan

Rasanya, kekeliruan kita yang utama adalah menempatkan demokrasi sebagai tujuan, padahal itu hanya cara untuk mengejar cita-cita nasional. Akibatnya, politik kita jadikan panglima. Masih pula perlu kita pertanyakan kesesuaian sistem kenegaraan kita saat ini dengan falsafah Pancasila. Rasanya Pancasila sudah kita lupakan dan buang jauh-jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Bagaimana tidak, setelah empat kali perubahan Undang-Undang Dasar 1945, kita justru menafikan golongan minoritas. Bila dahulu MPR masih menampung aspirasi kelompok minoritas dalam bentuk utusan golongan, sekarang hanya ada perwakilan rakyat yang dipilih mewakili partai dan mewakili daerah. Dikhawatirkan terjadi tirani mayoritas, hilangnya hak kaum minoritas.

Dalam aspek ekonomi, kita pertanyakan kedaulatan kita sebagai bangsa. Kita sudah melenceng dari amanat  BAB XIV Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur bahwa: perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kenyataannya justru banyak aset ekonomi dan strategik kita yang dikuasai asing semisal telekomunikasi, perbankan, pertambangan dan energi. Dalam hal pangan pun kita belum mampu berswasembada apalagi berdaulat.

Tengoklah di sektor perbankan, misalnya, penguasaan aset perbankan nasional oleh bank milik negara dan swasta nasional kian menyusut, digantikan penguasaan aset oleh bank milik asing yang meningkat tajam dan mendominasi. Kepemilikan asing di bank-bank tumbuh menjadi 21 persen di 2011. Aset bank swasta nasional yang dimiliki lokal terus merosot dari 42 persen di 1998 ke-22 persen pada 2011, sedangkan aset bank BUMN terus tergerus dari 44 persen pada 1998 menjadi 35 persen di 2011. Apabila ditotal dengan kantor cabang bank asing dan bank campuran, maka total pangsa pasar bank milik asing di Indonesia sudah mencapai 34 persen (Koran Jakarta, 26 Juli 2012).

Mari kita menyimak ayat 4 Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Tapi apa kenyataannya?

Kita justru melihat tingkat kesenjangan yang semakin tinggi. Data Rasio Gini yang merupakan ukuran ketimpangan pendapatan Indonesia mencapai 0,41 pada 2011, memburuk dari 0,38 pada 2010. Konglomerasi semakin merajalela, ketimpangan antardaerah, antarwilayah, dan antargolongan cenderung meningkat.

Sesungguhnya, tak satu pun amanat konstitusi kita yang mewajibkan untuk menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, tetapi mengutamakan pemerataan dan keadilan. Bukankah perintah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” harus diartikan sebagai kebersamaan, bukan untuk segolongan masyarakat?

Wajib Tegakkan Keadilan

Dalam aspek politik kita melihat demokrasi dengan sistem pemilihan yang bebas dinodai oleh politik transaksional. Kondisi ini mengakibatkan pemimpin yang terpilih belum tentu adalah putra terbaik bangsa, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin saat ini banyak diragukan. Mereka melihat betapa banyak pejabat publik menjadi tersangka, terdakwa, bahkan terhukum dalam kasus korupsi dan penyuapan. Harus ada rekonstruksi politik yang lebih baik untuk lebih menjamin proses pemilihan yang melahirkan pemimpin yang terbaik.

Dalam suratnya kepada Bishop Mandell Creighton, 1887, Lord Acton menuliskan “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Dengan demikian, kuncinya adalah transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang kuat. Namun apa lacur, penegak hukum belum memenuhi harapan. Ingat kasus rekening gendut para petinggi Polri dan transfer uang yang mencurigakan seperti dilaporkan PPATK? Kasus-kasus besar seperti Bank Century dan Hambalang dikhawatirkan lenyap begitu saja.

Kita juga perlu mempertimbangkan untuk meredefinisi ulang politik luar negeri kita agar lebih efektif dalam memperjuangkan dan menjaga kepentingan nasional. Bukankah seharusnya kebijakan politik luar negeri semata-mata ditujukan untuk pencapaian kepentingan bangsa? Kalau demikian, mengapa pilar utama politik luar negeri kita lebih didasarkan pada kepentingan regional dan internasional, bukan kepentingan nasional?

Selama 40 tahun terakhir, ASEAN selalu menjadi sokoguru politik luar negeri Indonesia, terutama karena Indonesia adalah salah satu pendiri dan pemrakarsa ASEAN. Karena itu, ASEAN seharusnya merupakan instrumen politik luar negeri Indonesia karena dianggap mampu menyelesaikan permasalahan regional, bahkan internasional.

Kenyataannya, forum-forum ASEAN tidak mampu menyelesaikan masalah antarnegara anggota, bahkan kecenderungannya adalah Indonesia banyak mengalahkan prinsip dan kepentingan nasionalnya sendiri demi keutuhan ASEAN. Ketegangan di Laut China Selatan yang kembali memanas akhir-akhir ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa ASEAN memang tidak berdaya.

Kembalikan Indonesiaku

Dalam aspek persatuan, kita masih melihat adanya gangguan separatisme di daerah. Ada pula kesenjangan antardaerah, antargolongan, serta antara pusat dan daerah. Bentrokan antargolongan masih terjadi, terutama dengan adanya kelompok-kelompok anarkis yang melakukan tindakan kekerasan dan teror terhadap masyarakat. Belum lagi peperangan antargeng dan antargolongan yang kembali merebak.

Gangguan terhadap kedaulatan wilayah kita masih terasa. Banyak intrusi yang dilakukan negara asing terhadap wilayah perairan dan perbatasan. Berkurangnya luas wilayah nasional akibat berpindahnya tapal batas wilayah kita di Kalimantan serta pelanggaran udara dan laut RI oleh pesawat udara dan kapal perang terutama kapal selam asing yang bahkan tidak pernah kita ketahui adanya, adalah contoh kurangnya kemampuan dan kekuatan laut dan udara kita dalam mengendalikan dan menjaga kedaulatan RI.

Lebih dari itu, bangsa Indonesia saat ini tercabut dari akarnya. Wawasan kebangsaan yang bersumber dari landasan Pancasila tidak lagi menjadi falsafah kehidupan. Bahkan, kita sudah tidak lagi paham landasan kebangsaan kita, yaitu kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat karena batang tubuh konstitusi kita sudah disimpangkan dari Pembukaan UUD 45 yang merupakan sumber dari segala sumber hukum.

Kontemplasi dan perenungan ini sesungguhnya bukanlah untuk menyanggah segala keberhasilan, tetapi lebih sebagai upaya untuk menyadarkan kita semua bahwa masih sangat banyak kekurangan yang perlu kita perbaiki.

Pasti bukan kebetulan 17 Agustus 2012 yang akan kita rayakan beberapa hari lagi bertepatan jatuh pada hari Jumat bulan Ramadan 1433 H, persis sama dengan 17 Agustus 1945 yang juga jatuh pada hari Jumat bulan Ramadan 1364 H. Ini menjadi peringatan kepada kita semua untuk kembali berjuang, mengembalikan keindonesiaan kita dengan memperbaiki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak. Indonesia harus kita kembalikan kepada haluannya yang benar, sesuai cita-cita pembentukannya, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Mari kita kobarkan kembali rasa cinta tanah air, rela berkorban, rasa senasib sepenanggungan, semangat persatuan dan kesatuan, dan menjadikan kemajemukan kita sebagai kekuatan. Bhinneka Tunggal Ika dan Merah Putih harus kembali kita junjung tinggi dan kita kibarkan. Dengan kata lain, mari kita kembalikan Indonesia. Dirgahayu Republik Indonesia ke-67, hiduplah Indonesia raya.

Mendiskripsikan Pahlawan Nasional Indonesia
Kapten (Anumerta) Pierre Andreas Tendean
Kapten Pierre Tendean merupakan salah satu korban pembunuhan G30S-PKI yang juga mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi Indonesia, saat itu menjadi ajudan Jenderal AH. Nasution.

Pierre Andreas Tendean adalah seorang keturunan Menado. Di rumah A.H. Nasution beliau biasanya disapa dengan “Pierre”, bukan Tendean. Tendean sendiri adalah nama fam yang dipakainya– Tendean : Tempat berpijak. Beliau adalah putera dari DR. A.L Tendean yang berasal dari Minahasa, sedang ibunya seorang berdarah Perancis bernama Cornel ME.

Beliau lahir di Jakarta, 21 Februari 1939, dan beragama Protestan. Lulus dari SMA “B” dilanjutkan ke Akmil Jurtek AD. Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak dan adiknya semua wanita, sehingga sebagai satu-satunya anak lelaki dialah tumpuan harapan orang tuanya.

Sesudah Pierre tamat dari SD di Magelang, meneruskan ke SMP bagian B dan kemudian ke SMA bagian B di Semarang. Setelah tamat dari SMA orang tuanya menganjurkan agar Pierre masuk Fakultas Kedokteran. Akan tetapi Pierre telah mempunyai pilihan sendiri, ingin masuk Akademi Militer Nasional, dan bercita-cita menjadi seorang perwira ABRI.

Pierre memasuki ATEKAD Angkatan ke VI di Bandung tahun 1958.
Tahun 1959 ketika sebagai Kopral Taruna, beliau juga ikut dalam operasi Sapta Marga di Sumatera Utara. Beliau dilantik sebagai Letda Czi tahun 1962. Setelah mengalami tugas, antara lain sebagai Danton Yon Zipur 2/Dam II Bukit Barisan, dan mengikuti Pendidikan Intelijen tahun 1963 serta pernah menyusup ke Malaysia masa Dwikora sewaktu bertugas di DIPIAD, maka pada tahun 1965 diangkat sebagai Ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution ketika pangkatnya masih Letda, kemudian naik menjadi Lettu.

Dalam jabatan sebagai Ajudan Jenderal TNI A.H. Nasution inilah Pierre Tendean gugur, ketika G 30 S/PKI berusaha untuk menculik/membunuh Jenderal TNI A.H. Nasution.

Di saat gerombolan G 30 S/PKI ingin menculik Pak Nas pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Pierre yang saat itu sedang tidur di paviliun rumah Pak Nas, segera bangun, karena mendengar kegaduhan di rumah pak Nas. Ketika ia keluar ia sudah menjinjing senjata, namun ia ditangkap oleh gerombolan penculik yaitu oleh Pratu Idris dan Jahurup. Pierre disangka sebagai Pak Nas. Kemudian dia diikat kedua tangannya dan dibawa dengan truk ke Lubang Buaya. Waktu itu gerombolan menyangka bahwa Pak Nas berhasil ditangkap hidup-hidup.

Ketika interogasi di Lubang Buaya, ternyata gerombolan G30S/PKI telah “salah tangkap”. Pierre yang dikira sebagai Pak Nas, akhirnya dieksekusi pada giliran terakhir. Ini mungkin karena beliau dianggap bukan orang yg diprioristaskan untuk dieksekusi. Sebelumnya, para perwira telah terlebih dahulu dieksekusi. Salah satu sumber fakta ini adalah dari posisi mayat PA. Tendean yg terletak paling atas di dalam Sumur Lubang Buaya, ketika proses evakuasi jenazah para Pahlawan Revolusi. Yang pertama dimasukkan adalah jenazah Brigjend Pandjaitan, kemudian Letjend. A. Yani, Mayjend. M.T. Haryono, Brigjend. Sutoyo, Mayjend. Suprapto yang diikat bersama-sama dengan Mayjend. Siswondo Parman. Terakhir adalah Jenazah Lettu P.A. Tendean.

Seluruh jenazah dianugerahkan pangkat Anumerta, yaitu gelar kenaikan pangkat satu tingkat yang diberikan kepada seseorang yang meninggal dunia akibat suatu peristiwa yang berhubungan dengan bela negara, atau mengangkat dan mengharumkan nama bangsa. Biasanya gelar ini lazim diberikan kepada seseorang dalam jabatan militer tapi tidak menutup kemungkinan diberikan juga kepada pegawai negeri sipil yang meninggal dunia dalam melaksanakan tugasnya.

Maka pangkat/gelar PA. Tendean menjadi KAPTEN CZI Anumerta.
Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.



Mendeskripsikan Tokoh Wayang Indonesia

Wayang merupakan salah satu kesenian tradisional daerah Jawa, baik Jawa Timur, Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Kata “wayang” mirip dengan kata “bayang” atau bayangan. Ini berkaitan erat dengan cara pertunjukan yang menampilkan bayangan dari sosok boneka yang dimainkan. Ada yang berpendapat bahwa dengan menonton wayang, orang sebenarnya mengkaji bayangan hidup manusia yang tercermin pada lakon wayang.

Wayang di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah menggunakan bahan dari kulit, sedangkan di daerah Jawa Barat ada yang menggunakan bahan kulit, ada juga yang menggunakan bahan dari kayu. Wayang yang menggunakan bahan dari kayu dinamakan wayang golek. Ada juga wayang yang mirip sandiwara biasa, karena diperankan oleh manusia, dan dinamakan wayang orang. Wayang kulit umumnya mengambil cerita dari Mahabharata atau Ramayana. Cerita wayang dibawakan oleh seorang Dalang.


Bahasa yang digunakan sesuai dengan bahasa daerah masing-masing. Misalnya di daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur pertunjukan wayang kulit menggunakan bahasa Jawa, di daerah Sunda wayang golek purwa menggunakan bahasa Sunda, atau di Cirebon wayang golek papakmenggunakan bahasa Cirebon. Setiap pertunjukan wayang selalu diiringi dengan gamelan. Gamelannya pun berbeda untuk daerah Jawa Tengah/Timur dan daerah Jawa Barat/Sunda.


Mendeskripsikan Bunga Lambang Provinsi Jawa Barat



Provinsi jawa Barat dibentuk pertamakali tanggal 14 Agustus berdasarkan penetapan Pemerintah Hindia Belanda melalui staatblad 1924 Nomor : 378 tanggal 14 Agustus 1926, pada masa pra kemerdekaan dan pada tanggal 19 Agustus 1945 berdasarkan penetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membagi kembali Daerah Negara Republik Indonesia menjadi delapan provinsi yang salah satunya Provinsi Jawa Barat. Pembentukan Provinsi Jawa barat ini kemudian ditetapkan kembali oleh Undang-undang Nomor 11 tahun 1950. Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah No 26 Tahun 2010 bahwa tanggal 19 Agustus 1945 ditetapkan sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Barat.

Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5o50’ – 7o50’ Lintang Selatan dan 104o48’ – 108o48’ Bujur Timur, dengan batas wilayah : sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta; sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten.

Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas 3.710.061,32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 km. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36,48%) terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10 – 1.500 m dpl; dan wilayah dataran luas (54,03%) terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0 – 10 m dpl. Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22,89 % dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20,27%), dan perkebunan (17,41%), sementara hutan primer dan hutan sekunder di Jawa Barat hanya 15,93% dari seluruh luas wilayah Jawa Barat.

Iklim di Jawa Barat yaitu tropis, dengan suhu rata-rata berkisar antara17,4 – 30,7°C dan kelembaban udara antara 73–84%. Data BMKG menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2008, turun hujan selama 1-26 hari setiap bulannya dengan curah hujan antara 3,6 hingga 332,8 mm.

Jawa Barat dialiri 40 sungai dengan wilayah seluas 32.075,15 km2. Jawa Barat juga memiliki 1.267waduk/situdengan potensi air permukaan lebih dari 10.000juta m3.Air permukaan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan industri, pertanian, dan air minum.Terdapat peningkatan jumlah perusahaan yang aktif memanfaatkan air permukaan menjadi 625 perusahaan dari 606 perusahaan pada tahun 2007.

Secara administratif, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota; 520 kecamatan; 5.245 desa dan 626 kelurahan.

Lambang Jawa Barat secara keseluruhan adalah sebuah perisai berbentuk bulat telur dengan hiasan pita di bagian bawahnya yang berisikan motto Jawa Barat. Kemudian di tengahnya ada gambar senjata khas dari Jawa Barat yaitu sebuah kujang.

Makna bentuk dan motif yang terdapat dalam lambang ini ialah :
Bentuk bulat telur pada lambang Jawa Barat berasal dari bentuk perisai sebagai penjagaan diri.
Ditengah-tengah terlihat ada sebilah kujang. Kujang ini adalah senjata suku bangsa Sunda yang merupakan penduduk asli Jawa Barat. Lima lubang pada kujang melambangkan dasar negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila.
Padi satu tangkai yang terdapat di sisi sebelah kiri melambangkan bahan makanan pokok masyarakat Jawa Barat sekaligus juga melambangkan kesuburan pangan, dan jumlah padi 17 menggambarkan tanggal Proklamasi Republik Indonesia.
Kapas satu tangkai yang berada di sebelah kanan melambangkan kesuburan sandang, dan 8 kuntum bunga menggambarkan bulan proklamasi Republik Indonesia.
Gunung yang terdapat di bawah padi dan kapas melambangkan bahwa daerah Jawa Barat terdiri atas daerah pegunungan.
Sungai dan terusan yang terdapat di bawah gunung sebelah kiri melambangkan di Jawa Barat banyak terdapat sungai dan saluran air yang sangat berguna untuk pertanian.
Petak-petak yang terdapat di bawah gunung sebelah kanan melambangkan banyaknya pesawahan dan perkebunan. Masyarakat Jawa Barat umumnya hidup mengandalkan kesuburan tanahnya yang diolah menjadi lahan pertanian.
Dam atau bendungan yang terdapat di tengah-tengah bagian bawah antara gambar sungai dan petak, melambangkan kegiatan di bidang irigasi yang merupakan salah satu perhatian pokok mengingat Jawa Barat merupakan daerah agraris. Hal ini juga melambangkan dam-dam yang berada di Jawa Barat seperti Waduk Jatiluhur.

Arti warna
Pada lambang Jawa Barat didapati beberapa warna yaitu: hijau, kuning, hitam, biru, merahdan putih. Warna-warna ini memiliki arti khusus.
Warna hijau artinya melambangkan kesuburan dan kemakmuran tanah Jawa Barat. Kuningartinya melambangkan keagungan, kemuliaan dan kekayaan. Hitam artinya melambangkan keteguhan dan keabadian. Biru artinya melambangkan ketentraman atau kedamaian. Merahartinya melambangkan keberanian. Putih artinya melambangkan kemurnian, kesucian atau kejujuran.
Motto Jawa Barat

Motto Jawa Barat 
Gemah Ripah Repeh Rapih, yang merupakan sebuah frasa berasal dari bahasa Sunda. Kata gemah-ripah dan repeh-rapih merupakan kata majemuk yang mempunyai arti sebagai berikut :
Gemah-ripah : subur makmur, cukup sandang dan pangan.
Repeh-rapih : rukun dan damai atau aman sentosa.
Arti bebas dari motto daerah Jawa Barat secara keseluruhan ialah menyatakan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang kaya raya dan subur makmur serta didiami oleh banyak penduduk yang hidup rukun dan damai.


Sumber : 1. http://cnoeng.blogspot.com/2013/04/macam-macam-operating-system.html
             2. http://en.wikipedia.org/wiki/Microsoft_Windows
             3. http://id.wikipedia.org/wiki/DOS
             4. http://id.wikipedia.org/wiki/Oracle_Solaris
             5. http://id.wikipedia.org/wiki/Linux